expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

ASRAMA

ASRAMA
WELCOME!!! Haloo semuanya... Makasi udah mau mampir di blog ini. Ini nama kelompok Ilmu Sosial hehehe. Nama blog? Kalian pasti tanya-tanya apa sih artinya Asrama? Kenapa blog ini namanya Asrama? Jadi gini nihhh,, Asrama itu sebenernya singkatan dari "Apalah Arti Sebuah Nama yang Penting Kita Bersama". Hehehe Kenapa kita namain seperti itu? Karna tujuan blog ini adalah kebersamaan. Bersama berbagi informasi, pengetahuan. Intinya, entah siapapun nama kita, darimanapun budaya kita, yang penting kita bersama :)

Senin, 27 Oktober 2014

Philosophy [Fallacies]

Fallacy adalah elemen didalam argumen yang mengacaukan logika berfikir sehingga mengakibatkan suatu diskusi atau perdebatan menjadi tak obyektif dan tak sah secara keseluruhan.
Solusi supaya tidak terjebak dalam logika fallacy atau termakan fallacy-sensitivity adalah kejujuran,kejernihan hati, dan kebijakan dalam memahami perbedaan, sehingga bisa menerima kesimpulan-kesimpulan dari rasionalitas dan logika yang dihasilkan suatu pernyataan dengan pikiran terbuka , dengan kejernihan hati kita akan bisa menerima kebenaran dengan lapang hati bahwa seorang anak balita melempar ayahnya dengan batu adalah bukan suatu kejahatan.

Dialog ringan :
Dodol : "2 + 3 = 10"
Bedu : "Dodol , anda tidak rasional banget ...2 + 3 adalah 5 tauuu.."
- Dodol dan Bedu sama-sama salah , hasil berhitung Dodol jelas salah, pendapat bedu bahwa Dodol tidak rasional juga salah . Karena Dodol melakukan tindakan yang rasional ,yaitu berhitung, hanya saja rasionalitas dodol menghasilkan output logika yang salah.

Contoh sebuah pernyataan berikut:

Menyebarkan berita kebohongan yang merugikan orang lain adalah pelanggaran yang akan di kenai sangsi undang-undang pencemaran nama baik.
Si A membuat pernyataan di surat kabar "para pekerja buruh di Indonesia sangat buruk kelakuannya jika menyampaikan aspirasi cenderung menggunakan emosi dibanding akal sehat"
Menurut anda apa solusi terbaik mengatasi kelakuan para buruh tersebut ?
Jawab : Anda (si A) telah sembarangan menuduh tanpa bukti yang jelas, dan anda bisa dikenai undang-undang pencemaran nama baik.


Contoh pernyataan serta argumen di atas tentu saja salah, baik yang membuat pernyataan maupun yang menjawab:
- Kata "...cenderung menggunakan emosi dibanding akal sehat" adalah tidak rasional , karena menggunakan emosi bukan berarti akalnya tidak sehat , yang relevan adalah "cenderung menggunakan emosi dibanding kepala dingin" atau "cenderung menggunakan cara emosional"
- Argumen bahwa si A merupakan tidnakan pencemaran nama baik juga salah dan tidak rasional, karena obyek hukum dari UU pencemaran nama baik dalah orang / manusia sedangkan pernyataan "para pekerja buruh indonesia" bukan suatu obyek hukum.

Uraian diatas itulah yang dimaksud dengan fallacy, yaitu komponen dalam argumen atau pernyataan yang membuat logika jadi kacau balau sehingga seluruh perdebatan menjadi tidak sah. Memang menganalisa fallacy dan menemukannya dalam esai argumentasi bisa merupakan sesuatu yang sederhana dan mudah, tapi bisa juga bukan sesuatu yang mudah, tergantung obyek yang terkandung dalam diskusi. sebab fallacy sering kali bersembunyi dalam tumpukan poin-poin dalih yang mengaburkan hubungan logis dengan pernyataan yang timbul. Kadang fallacy tidak langsung terlihat pada pandangan/pengenalan pertama, dengan begitu fallacy dapat dengan mudah mengaduk-aduk serta mencuri emosi/ kelemahan intelektual audiens /khalayak/pembaca.

Yang diperlukan untuk mengerti esensi fallacy, kita harus mengerti apa arti argumentasi. Argumentasi terdiri dari satu atau dua premis dan ditutup dengan satu kesimpulan. Premis adalah pernyataan yang entah memposisikan diri di ujung A atau memposisikan diri di ujung B yang didukung oleh klaim yang tertata rapi. Sementara fallacy merupakan kesalahan dalam berlogika yang muncul pada statement klaim.

Beberapa contoh fallacy yang lain : [1]“Ada sebuah ajaran yang menyatakan makan daging babi adalah haram - Ada sebuah gambar orang yang sedang memakan daging babi, berarti gambar itu haram, atau paling tidak suatu yang buruk karena bisa mempengaruhi tidankan manusia yang melihat” [2] “Semua harimau yang kutau sangat buas dan berbahaya, jadi pasti benar jika semua harimau pasti buas dan berbahaya, sehingga harimau pasti harus tidak di dekati”

Aristoteles adalah orang pertama dianggap sebagai sang dewa logis formal (menciptakan kode dan peraturan untuk bernalar) dan informal (menciptakan definisi kesalahan nalar, disebut sebagai fallacy). Guru Aristoteles yaitu Platosebenarnya diberikan gelar istimewa sebagai filosofer pertama yang mengumpulkan aneka kesalahan dalam berdebat. Ulasan Plato berjudul Euthydemus menyimpan koleksi kesalahan argumen dalam bentuk dialog. Mengapa kita perlu repot-repot harus mengetahui cara berlogika yang salah, bukankah seharusnya kita lebih baik mempelajari cara menyusun argumentasi yang benar?

Alasan pertama, tiap orang seyogyanya mengerti cara membela diri saat diserang sebab kejahatan dalam menciptakan sanggahan statement sering terjadi. Agar tahu cara memperbaiki kesalahan si pembantah atau meyakinkan pernyataan, kita perlu tahu mengapa mereka salah. Alasan kedua, mempelajari tata cara berlogika yang baik dan benar seperti memiliki peta dari kota A ke kota B, tapi bahkan seorang nagivator ulung pun sering kali tersesat. Itulah pentingnya saat menemukan papan “dilarang masuk”, “buntu” atau “salah jalan”. Papan-papan ini dapat dimetaforakan sebagai rambu-rambu berargumentasi yang keliru.

Perhatikan baik-baik sekeliling kita. Fallacy tidak hanya ditemukan dalam esai argumentasi, fallacy sering dibajak penggunaannya secara verbal untuk politik, media, dan kepentingan-kepentingan umum lainnya. Dilema yang salah merupakan fallacy yang terdengar logis, yaitu (familiar mendengarnya?) kalau kau tidak bersamaku, berarti kau menentangku. Tidak ada hal yang logis dalam pernyataan ini melainkan suatu opini pribadi yang mengalihkan perhatian pemirsa dari persoalan yang sesungguhnya - kata motivasi cinta

Sebagai contoh : Seseorang berkata, “Anda tidak memiliki moral atau pengalaman yang pantas untuk membahas topik ABCDE”, merupakan pernyataan fallacy yang sangat jelas,yaitu suatu statement argumentasi yang tidak mendalihkan topik ABCDE melainkan menyerang orang yang sedang membahas topik ABCDE. Statement ini sering muncul dalam adu debat yang memanas,pengalihan perhatian dari poin penting sesungguhnya. Istilah ini disebut dalam bahasa Inggris sebagai red herring atau terkenal juga dengan fallacy of relevance.

Red Herring
Red Herring adalah argumen yang tak ada sangkut-pautnya dengan argumen lawan, yang digunakan untuk mengalihkan perhatian orang dari perkara yang sedang dibahas, serta menggiring menuju kesimpulan yang berbeda.

Sesat-pikir ini biasanya akan keluar jika seseorang tengah terdesak. Ia akan langsung melemparkan umpannya ke topik lain, di mana topik lain ini sukar dihindari untuk tidak dibahas. Itu karena biasanya pemilihan topik lain itu ‘baunya’ cukup kuat seperti perumpamaan ikan merah (red herring) antara lain topik yang aktual atau isu yang cukup dengan lawan debat

Red herring menjadi menarik karena red herring dapat muncul dalam berbagai bentuk tulisan; tidak hanya non fiksi melainkan juga fiksi. Dalam fiksi, red herring berbentuk pengalihan perhatian pembaca dari awal sampai mendekati akhir dan memberikan penutupan yang tak diduga. Misalnya, kisah-kisah detektif atau misteri memiliki banyak red herring. Red herring non fiksi dalam bentuk fallacy di suatu pernyataan argumentasi melakukan kecurangannya seperti penyerangan individu (bacalah contoh di atas), mengatasnamakan suatu grup yang mendominasi (jika banyak orang percaya, berarti kita harus percaya juga), menciptakan rasa takut (tentu saja benar karena jika salah, kita akan menderita dan tersiksa), mengaitkan topik dengan tokoh penting yang pastinya (terdengar) tak terbantahkan, dan banyak lagi. Seorang selebritis terkenal jika mengatakan dalam iklan televisi bahwa dia minum jus jeruk bermerek ABCD agar tubuh menjadi bugar menciptakan ilusi di kepala penonton bahwa jus jeruk itu sudah pasti berkasiat karena sang seleb meminumnya dan terlihat sehat.

Para pendebat korup menggunakan red herring dalam argumentasinya membuat seakan-akan argumentasinya tak terbantahkan.

Sebenarnya ada juga fallacy yang sesungguhnya tidak fallacy tapi audiens dapat terdorong ke arah kesimpulan yang salah. Misalnya, kalimat ambigu atau kata yang tidak jelas (kata dia dalam bahasa Indonesia yang tidak memiliki definit arti sebagai perempuan atau lelaki) akan menyesatkan atau bahkan menciptakan kesimpulan yang salah.

Beradu argumentasi dengan sengaja dan sadar menyelipkan fallacy merupakan kecurangan yang seharusnya dihindari. Fallacy sendiri memiliki banyak sekali jenis, sehingga ruang tulisan ini tidak dapat menampung semuanya. Tapi apa pun itu, fallacy tetap menjadi fallacy, suatu logika yang terdengar logis namun sesungguhnya menciptakankesalahan berlogika dan koneksi statement yang tak saling terkoneksi (sesat logika). Mengerti fallacy berarti memberikan kehormatan kepada cara berlogika yang baik dan benar.

Kesimpulan logis fallacy (logical fallacy)
Logical fallacy atau sesat-pikir logis adalah suatu komponen dalam argumen, muncul dalam statement klaim yang mengacaukan logika. Sesat-pikir, akan sangat efektif digunakan dalam provokasi, menggiring opini publik, debat perencanaan undang-undang, pembunuhan karakter, hingga menghindari jerat hukum. Memang, dengan memanfaatkan sesat-pikir logis sebagai silat lidah kita dapat memenangkan suatu diskusi, namun itu menjauhkan kita dari esensi permasalahan inti.

Semoga tidak terjebak dalam logika yang tak bermanfaat bahkan menjatuhkan

Artikel terkait : Fallacy

Referensi kutipan :
http://sepocikopi.blogspot.com
    

Minggu, 26 Oktober 2014

PHILOSOPHY

Pengertian Filsafat; Berpikir Secara Rasional, Logis Kritis dan Analistis



Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi sedang tengadah kebintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kesemestaan galaksi. Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab.
Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat, namun batasan yang berbeda itu tidak mendasar. Selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan secara terminologi.

Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia – philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat.
Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Berikut ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli :
Apa sebenarnya yang ditelaah filsafat ? selaras dengan dasarnya yang spekulatif , maka dia menelaah segala masalah yang mungkin dapat dipikrkan manusia. Sesuai dengan fungsinya sebagai pionir dia mempermasalahkan hal-hal yang pokok : terjwaba masalah satu, dia pun mulai merambah pertanyaan yang lain. Seorang professor yang penuh humor mendekatkan permasalahan yang dikaji dengan sajak dibawah ini.
1. What is man?
2. What is?
3. What?
Maksudnya adalah bahwa pada tahap mula sekali, filsafat mempersoalkan siapakah manusia itu? : Hallo siapakah kau? Tahap ini dapat dihubungkan dengan segenap pemikiran ahli-ahli filsafat zaman yunani kuno sampai sekarang yang rupanya tidak kunjung selesai mempermasalahkan makhluk yang satu ini. Kadang kurang disadari bahwa tiap ilmu, terutama ilmu-ilmu sosialmempunyai asumsi tertentu tentang manusia yang menjadi tokoh utama dalam kajian keilmuannya.
Tahap yang kedua adalah pertanyaan yang berkisar tentang ada: tentang hidup dan eksistensi manusia . apakah hidup ini sebenarnya? Apakah hidup itu sekedar peluang dengan nasib yang melempar dadu acak? Dan nasib adalaha bagaikan sibernetik dengan umpan balik pilihan probablistik. Ataukah hidup ini sama sekali absura, tanpa arah dan tanpa bentuk, bagaikan amoeba yang berzigzag?
Tahap yang ketiga, scenarionya bermula pad suatu pertemuan ilmiah tingkat “ tinggi “ dimana seorang ilmuan bicara panjang lebar tentang suatu penemua ilmiah dalam risetnya. Setelah berjam-jam dia bicara diapun menyeka keringatnya dan bertanya kepada hadirin : adakah kiranya yang belum jelas ? salah seorang bangkit dan seperti orang yang pekak memasang kedua belah tangan disamping kupingnya: Apa? ( rupanya sejak tadi dia tidak mendengar apa-apa )
Cabang – cabang filsafat
Pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup 3 segi yakni :
1. Apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah ( Logika )
2. Mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika)
3. Apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika)
Ketiga cabang utama filsafat ini kemudian bertambah lagi yakni :
1. Pertama, teori tentang ada
2. Kedua, politik
Kelima cabang utama ini kemudian berkembang lagi menjadi cabang-cabang filsafat yang mrmpunyai bidang kajian yang lebih spesifik diantanya fisafat ilmu. Cabang-cabang filsafat tersebut antara lain :
1. Epistemologi ( Filsafat Pengetahuan )
2. Etika ( Filsafat Moral )
3. Estetika ( Filsafat Seni )
4. Metafisika
5. Politik ( Filsafat Pemerintahan )
6. Filsafat Agama
7. Filsafat Ilmu
8. Filsafat Pendidikan
9. Filsafat Hukum
10. Filsafat Sejarah
11. Filsafat Matematika


Sumber : http://trinurhayati24.blogspot.com/2012/07/pengertian-filsafat-berpikir-secara.html

Kamis, 09 Oktober 2014

Para Pembawa Terang Abad Ke-21

KOMPAS, Kamis, 9 Oktober 2014


Media penerangan pertama kali adalah lampuu pijar atau bohlam yang ditemukan oleh Alfa Edison, Namun, dengan ditemukannya LED (light emitting diode) warna biru oleh Akasaki, Amano, dan Nakamura pada dekade 1990-an. Zaman sekarang lampu sudah sangat umum digunakan, mulai dari senter, lampu kendaraan hingga handphone.


PROF SHUJI NAKAMURA


  • Lahir : Ehime, Jepang, 22 Mei 1954
  • Kewarganegaraan : AS
  • Pendidikan : Sarjana (1977), Master (1979), dan PhD (1994) Teknik Elekro dari Universitas Tokushima, Jepang
  • Pekerjaan : Profesor dan Direktur Riset Solid State Lighting & Energy Electronics Center (SSLEEC) Universitas California di Santa Barbara
  • Penghargaan : 24 penghargaan internasional, termasuk Global Innovation Leader Award, Optical Media Global Industry Awards, 2006


  • Nakaramu menemukan LED biru saat ia bekerja di sebuah perusahaan kecil di Jepang, Nichia Chemical, Ia memulai riset LED yang bsia memancarkan cahaya biru, akhirnya ia menemukan LED biru setelah mengembangkan LED yang dibuat dari kristal konduktor galium nitrida (GaN). Jika LED biru ditemukan dan digabungan dengan LED merah, dan hijau akan memancarkan cahaya LED putih yang dicaari-cari selama ini. Ironisnya, Nakaramu hanya beri bonus sebesar 20.000 yen (Rp 2,3 juta) dari Nichia Chemical, setelah 5 tahun dia keluar dan menuntut perusahaan tersebut. Setelah melalui proses banding akhirnya perusahaan Nichia Chemical bersedia membayar 844 juta yen. Hingga saat ini, Nakamura memegang lebih dari 100 hak paten dan sekitar 400 makalah di bidang ilmunya itu.